Catatan H Akhmad Jajuli
Pemerhati pendidikan, tinggal di Serang
Tangerang7.com, Tangerang – Apa itu birokrasi (bureaucracy) telah banyak dijelaskan dan dibahas oleh banyak ahli mulai dari Max Weber, Fritz Morstein Marx, Peter A. Blau dan Charles H. Page, Rian Nugroho Dwijowijoto hingga Farel Heady.
Secara singkat Birokrasi dapat diartikan sebagai suatu tatanan organisasi berbentuk piramida, terdapat komando berjenjang, resmi, teratur, ketat, dijalankan secara independen dan profesional, bekerja secara tim (impersonal), diangkat berdasarkan satuan waktu tertentu serta berfungsi menjalankan pelayanan, pembangunan dan manajemen pemerintahan secara paripurna mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, monitoring, pengendalian, Evaluasi hingga pemberian Penghargaan (Reward) dan Hukuman (punishment).
Di lingkungan Polri terlihat piramida mulai Kapolri (dan Pejabat Utama di tingkat Mabes), Kapolda (dan Pejabat Utama di tingkat Mapolda), Kapolres, Kapolsek hingga Babinkamtibmas (Bintara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat).
Pada lingkungan TNI terlihat piramida Menteri Pertahanan RI — Panglima TNI — KASAD — Pangdam (Kepala Divisi – Brigade – Batalyon) — Danrem – Dandim – Danramil hingga Babinsa (Bintara Pembina Keamanan Tingkat Desa/Kelurahan). Demikian pula di jajaran Angkatan Laut dan Angkatan Udara.
Khusus terkait PPDB SMAN di Banten Tahun 2022 terlihat jenjang komando sbb : PJ..Gubernur — PJ Sekda (memiliki fungsi koordinasi dan administrator) — Kepala Dinas Dindikbud — [Kepala Bidang SMA yg memiliki fungsi lini, Sekdis Dikbud yg memiliki fungsi koordinasi dan administrator dan Kepala Cabang Dinas yg memiliki fungsi Kewilayahan] — Kepala SMAN selaku Kepala UPT — Panitia Pelaksana PPDB (yang biasanya diketuai Wakasek SMAN Bidang Kurikulum).
Sesuai Juklak dan Juknis yg ada maka kewenangan teknis pelaksanaan Seleksi PPDB SMAN itu ada pada masing2 Kepala Sekolah SMAN — tentu dengan supervisi, pengawasan dan koordinasi oleh lima orang Kepala Kantor Cabang Dinas Dindikbud (KCD Lebak, Pandeglang, Seragon [Kab Serang, Kota Serang, Kota Cilegon], Kab. Tangerang, serta KCD Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan) dan oleh Kepala Bidang SMA Dindikbud Provinsi Banten.
Pelaksanaan PPDB di lapangan terlihat mulai “kisruh” (utamanya di wilayah Tangerang Raya) saat kewenangan Kepala Sekolah, Kepala KCD dan Kabid SMA itu “dipangkas” oleh suatu “kebijakan tidak resmi” (hanya melalui WA) — bahwa seluruh masalah dalam Seleksi PPDB SMAN itu ditarik ke dua orang pimpinan Dindikbud Banten saja : yakni Sekdis dan Kadis Dindikbud Banten. Kebijakan yg sesungguhnya berniat melakukan “Sentralisasi” (lebih singkat) itu ternyata tidak dijalankan dengan konsekuen dan konsisten — tentu selain tidak sejalan dengan isi Juknis PPDB SMAN itu sendiri.
Aspirasi dan kekecewaan dari pihak warga masyarakat di wilayah Tangerang Raya akhirnya tidak terkanalissi dengan baik. Ujungnya terjadilah demo Warga Masyarakat ke Inspektorat Provinsi Banten dan juga demo ke Kantor KCD Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Adapun demo yg akan dilaksanakan oleh FKPPI Kota Tangerang Selatan urung dilaksanakan.
Tiap2 masalah yg timbul di tengah2 masyarakat itu laksana aliran air. Apabila tidak terkanalisasi dengan baik maka dapat berpotensi mengakibatkan “banjir”. Harusnya tiap masalah itu diatasi sesuai jenjang komando yg ada : Panitia PPDB, Kepsek, Kepala KCD, Kepala Bidang SMA. Tidak perlu ditarik hingga ke Sekdis dan Kadis — namun ujung2nya malah tidak ditangani dengan semestinya.
Tiap2 keluhan dan pengaduan wajib disimak (to listen) oleh para Pejabat terkait. Tentu saja ada yg sekadar butuh informasi, butuh klarifikasi, butuh saran dan nasihat. Tidak selalu semuanya karena ingin/wajib diterima di SMAN.
Apabila masalahnya telah didengar dan telah dijelaskan maka nanti akan terang benderang diketahui tentang isi dan maksud peraturan dan perundang-undangan yang ada dan juga tentang Kewajiban dan Hak Warga Masyarakat serta tentang KETERBATASAN kewenangan masing2 Pejabat. Akhirnya bisa saling mengerti, saling memahami dan ada solusi yang konkret. Tidak ngambang, tidak membuat ragu dan tidak lagi membuat penasaran.
Yang sudah terjadi biarlah berlalu tapi ke depan harus menjadi pelajaran dan bahan evaluasi.
Kini Dindikbud Banten masih punya satu “PR” untuk mengklarifikasi tentang mengapa tidak berlanjutnya Program SMAN Terbuka itu. Untuk dimaklumi kini ada sekitar 40 orang Murid lulusan SLTP di suatu Kompleks Perumahan daerah Kecamatan Pagedangan, Kab Tangerang, yang tidak tertampung di SMAN 22 dan SMAN 23 DAN sangat berharap bisa bersekolah di SMAN Terbuka itu. Mereka tidak diterima karena jarak rumahnya jauh dari sekolah, bukan warga miskin, Orang Tuanya tidak di bekerja di luar kota, rata2 nilai Rapornya di bawah 85 serta tidak memiliki prestasi istimewa bidang Sains, Olahraga dan Kesenian. Namun hingga kini belum ada kejelasan dan kepastian : batal atau berlanjut?
Apa yg dialami oleh murid2 di Kecamatan Pagedangan itu, tentu juga terdapat di sejumlah Kecamatan lainnya di wilayah Tangerang Raya — yg sesungguhnya membutuhkan kehadiran SMAN Terbuka itu. (*)